Issue Bahasa Daerah dalam Cinema Indonesia

Penggunaan Bahasa daerah dalam film Indonesia memang sudah lumayan banyak, namun belum terlihat menjadi mainstream film Indonesia. Bisa dibilang masih sangat-sangat minim. Selama ini, kesan logat daerah terkesan dipaksakan misalnya karakter Jakarta memerankan karakter gadis Jawa yang identic dengan medok. Proses kreatif ini tampak kurang berhasil karena dirasa sangat ‘memaksakan’ karakter. Hal ini berdampak pada adanya kesan setting-an. Penggunaan bahasa daerah di perfilman Indonesia.

Mengatasi hal ini idealnya setiap film memiliki konsultan dalam pengembangan skrip. Atau training bahasa atau dialek untuk aktor dan aktris untuk membuktikan bahwa film-film yang dihasilkan dapat memiliki value yang bagus karena kesan settingan berangsur dapat lepas dari fenomena ini. Pentingnya penggunaan bahasa daerah untuk film Indonesia juga sebagai arsip. Karena film akan ‘abadi’, sehingga berpotensi dalam kontribusi menghidupkan dan melestarikan kekayaan bahasa daerah. Sekaligus, sebagai kebanggaan bagi penutur aslinya. Seperti dalam Film Yowis Ben dengan setting Bahasa Malang sehingga penonton merasa lokalitasnya yang tinggi, autentik, menyentuh emosi, serta memberikan eksplorasi untuk menggunakan ungkapan yang mungkin jarang digunakan dan tentunya mendukung keberagaman Indonesia Indonesia. Namun, hal ini juga menjadi tantangan bahwa penggunaan bahasa daerah di film Indonesia yang belum ada pelatihan bahasa daerah yang baik untuk actor. Pelatihan atau konsultan film menjadi penting agar tidak terkesan ‘kering banget’ untuk memastikan bahwa pesannya tersampaikan kepada penonton.

Penggunaan Bahasa daerah dalam Film Indonesia juga menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Seperti adanya tantangan minimnya ruang public dengan isu-isu yang lebih ekstrem karena dianggap tidak biasa di Indonesia. Mungkin hal ini yang menjadikan bahsa daerah masih perlu diberdayakan di film Indonesia tidak semua orang tau.
Kita perlu mendorong juga untuk praktik eksekusi film inklusif. Jadi kesimpulannya adalah Orde Baru adalah arena pergulatan ideologi yang lebih sengit sehingga menimbulkan gap tinggi antara film yang progresif dan film yang masih understereotype (tipikal) dalam merepresentasikan reprecity, kemudian ada film yang progresif tapi pada saat yang sama sensorship juga sangat kuat. Di masa oder baru seluruh proses kreatif film dari pra-produksi hingga pasca produksi menjadi arena pergulatan ideologis yang sangat sengit termasuk untuk ide-ide tentang inklusivitas.

​Penggunaan Bahasa daerah dalam film Indonesia memang sudah lumayan banyak, namun belum terlihat menjadi mainstream film Indonesia. Bisa dibilang masih sangat-sangat minim. Selama ini, kesan logat daerah terkesan dipaksakan misalnya karakter Jakarta memerankan karakter gadis Jawa yang identic dengan medok. Proses kreatif ini tampak kurang berhasil karena dirasa sangat ‘memaksakan’ karakter. Hal ini berdampak pada…  Ruang Film & Experimental 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *